Sampai sekarang belum ada tanda-tanda berakhirnya virus corona. Bahkan dalam beberapa media dikabarkan munculnya varian baru yang sangat mengganggu dan lebih mudah menyebar. Hal ini tentunya menjadikan kekhawatiran beberapa pihak khususnya dalam Pendidikan yang menganggap bahwa dampak dari adanya virus tersebut tidak sekedar kepada grafik ekonomi, namun juga kekosongan intelektual generasi mendatang.
Dunia kampus juga merasakan imbas dari adanya perkuliahan online. Segenap civitas akademik memang berusaha mempermudah pelayanan dan kegiatan fakultatif lainnya. Tetapi ada celah yang tidak bisa diisi perkuliahan daring. Salah satunya adalah interaksi yang intens dan humanis yang tidak bisa diganti oleh perkuliahan online. Mengingat dengan interaksi yang intens dan humanis, mahasiswa dan dosen merasakan kebutuhan akan rasa penerimaan dari sesama civitas. Dimana rasa penerimaan tersebut mutlak diperlukan untuk mengembangkan diri. Maslow pun menegaskan pentingnya kebutuhan tersebut untuk memacu pertumbuhan domain kognitif mahasiswa agar mereka benar-benar memiliki kompetensi sesuai jurusan yang dipilih.
Bukan sebuah kebetulan apabila saya termasuk dosen yang memberikan ruang kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat dari para mahasiswa. Dalam masa kontrak perkuliahan sebelum pandemi selalu saya tekankan bahwa parameter kaum akademik pertama kali adalah bagaimana ia mampu memberikan penjelasan secara rasional dan sistematis. Meskipun jawabannya salah dimata teori akan tetapi bisa benar jika ia bisa memberikan penjelasan yang baik berdasarkan pengalaman empirisnya. Maka perkuliahan yang saya ampu tidak sekedar menghadirkan hafalan teori atau debat berdasarkan pendapat para ahli (meskipun itu perlu sebagai basis pijakan teoritis), namun kemampuan eksperimentasi dan menyatakan pengalaman keseharian mahasiswa hingga mengerucut menjadi pendapat juga saya berikan apresiasi. Dampaknya kemudian, justru saya harus belajar lebih banyak lagi mengingat kebenaran kemudian menjadi persoalan yang relatif dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman mahasiswa serta seberapa jauh dialektika teori dan empiris yang mereka lakukan. Suasana perkuliahan kemudian menjadi hidup dan masing-masing boleh menyampaikan pendapat tanpa merasa cemas dan dihukumi salah karena tidak sesuai dengan buku teori yang ada.
Dalam masa pandemi ini, kampus harus berani melakukan inovasi dari dalam untuk memperbaiki diri. Point utamanya adalah, membongkar paradigma dosen sebagai ujung tombak pelaku tridarma. Dosen harus aktif merefleksikan tridarma, seberapa jauh capaian Pendidikan, seberapa maksimal capaian Penelitian, dan seberapa luas kebermanfaatan dalam Pengabdian. Tiga hal tersebut dalam masa pandemi harus selalu direfleksikan secara internal oleh para dosen agar muncul semangat untuk melakukan hal yang lebih baik. Persoalan besar yang perlu dihadapi nanti adalah, apa yang akan kita siapkan dalam masa revitalisasi kampus pasca pandemi dari sisi tridarma? Jika kita tidak pernah mempersiapkan hal tersebut, maka gerak laju kampus tidak akan lebih baik dari hari ini.
Para dosen sebisa mungkin memahami dengan baik merdeka belajar, dan sebagai bagian dari civitas PT, mendorong kampus menjadi lebih merdeka atau lebih adaptif terhadap pergeseran zaman. Mengingat perubahan masyarakat dalam Revolusi 5.0 membutuhkan banyak prasyarat agar output PT kompeten dan selaras dengan kebutuhan zaman. Ide merdeka belajar dan kampus merdeka sangat relevan untuk membekali mahasiswa dengan beberapa kegiatan dibawah payung tridarma. Dalam pandemi ini langkah-langkah inovatif diperlukan untuk mendorong kreatifitas mereka agar tidak gagu menghadapi setiap masalah yang muncul tanpa pernah diketahui penyebabnya.
Merdeka belajar memberi kesempatan mahasiswa untuk eksplorasi diri dengan beberapa kegiatan yang mencerminkan tridarma. Sedangkan kampus merdeka merupakan perwujudan pendekatan student centered sehingga mendorong kampus menjadi lebih baik dari sisi manajemen dan peningkatan mutu mahasiswa. Dari pengertian sederhana ini bisa dipahami bila merdeka belajar dan kampus merdeka mengarah kepada peningkatan mutu mahasiswa. Dan dosen sebagai aktor utama harus merespon dengan baik agar harapan tersebut dapat diwujudkan. Dimulai dari inovasi perkuliahan yang dilakukan, sampai melakukan pendampingan kepada mahasiswa secara terukur dan sistematis.
Dosen juga harus visioner, memiliki kepekaan untuk mengarahkan mahasiswa merasakan tantangan berat di masa depan. Agar mahasiswa turut serta mengerti beban mereka justru dimulai paska kuliah. Dimana dalam dunia profesional, ijazah tidak cukup mampu menjamin kesejahteraan seseorang. Dibutuhkan banyak prasyarat yang salah satunya adalah kompetensi. Kompetensi yang teruji dan handal salah satu caranya didapat dengan mengikuti proses tridarma di kampus dengan baik. Kemampuan visioner dosen untuk mengarahkan mahasiswa lebih peduli dalam berproses menjadi tantangan dalam masa pandemi. Dimana ketika sudah setahun perkuliahan berjalan semi online, geliat untuk bangun dan berbenah dirasa kurang gairahnya. Hal ini bisa kita rasakan dari pengalaman pribadi dalam hal administrasi Pendidikan dan tuntutan kebutuhan menulis yang bagi dosen adalah sebuah kewajiban yang tersurat.
Dosen harus lebih giat belajar dari mahasiswa. Meskipun ia telah mengampu mata kuliah tersebut selama bertahun-tahun, akan tetapi Ketika membaca jurnal baik nasional maupun internasional, akan didapati informasi yang terus berkembang dan berubah terkait mata kuliah maupun disiplin keilmuan yang dimilikinya. Dosen harus mau belajar dalam bentuk membaca. Dengan demikian asupan informasinya tidak akan kering. Masa pandemi ini merupakan saat yang tepat untuk menambah bahan bacaan untuk diserap informasi dan kebaharuan temuan yang ada.
Selain giat membaca, dosen juga harus giat menulis untuk menyatakan eksistensi. Dalam bentuk apapun, sebisa mungkin harus menulis. Utamanya memang artikel maupun buku ilmiah yang sesuai dengan keilmuannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ada bentuk tulisan lain yang dipilih untuk mengisi dan mengatasi pandemi agar tetap produktif. Sehingga Ketika pandemi nanti berakhir, para dosen tidak seperti orang yang bangun tidur sore, merasa sedikit loading dan membutuhkan waktu agak lama untuk beradaptasi di era baru pasca pandemi. Kebetulan, saya tahun ini telah menulis tiga artikel di jurnal online, dua buku kumpulan artikel bersama rekan dosen lain, serta sebuah novel fiksi. Sampai sekarang pun masih menyiapkan beberapa artikel dan naskah fiksi untuk ditawarkan ke penerbit mayor.
Pada intinya, merdeka belajar dan kampus merdeka dalam masa pandemi menurut saya adalah dosen harus lebih banyak melakukan inovasi, visioner, baca dan tulis. Agar kampus menjadi lebih baik dalam kondisi seperti ini, dan mahasiswa menemukan figur baru untuk dijadikan teladan. Semoga.
*Dr. Moh. Irmawan Jauhari, M.Pd.I